Beranda | Artikel
Keshalihan Orang Tua Berpengaruh Besar terhadap Anak
1 hari lalu

Keshalihan Orang Tua Berpengaruh Besar terhadap Anak merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Tarbiyah Jinsiyyah (Pendidikan Seksual Untuk Anak Dan Remaja Dalam Islam). Kajian ini disampaikan pada Selasa, 4 Jumadil Akhir 1447 H / 25 November 2025 M.

Kajian Tentang Keshalihan Orang Tua Berpengaruh Besar terhadap Anak

Orang tua sebagai pendidik di rumah, dan guru sebagai pendidik di sekolah, memiliki harapan yang sama: anak tumbuh menjadi generasi yang shalih dan salihah, yang berguna bagi diri dan lingkungannya, berjalan di atas hidayah, dan selamat dari kerusakan serta fitnah. Diharapkan mereka tumbuh menjadi pribadi yang menjaga kesucian dan kehormatan diri, terbimbing di atas nilai-nilai syariat Islam yang hanif, yang akan membawa mereka kepada fitrah, selamat dari gangguan setan, dan mengantarkan mereka ke jenjang pernikahan yang penuh berkah untuk melanjutkan keturunan.

Keshalihan dan ketakwaan orang tua adalah modal yang sangat penting untuk mewujudkan semua harapan tersebut. Ironis jika berharap anak menjadi shalih, bertakwa, dan bermanfaat, tetapi orang tua sendiri jauh dari hal tersebut atau berkubang dalam maksiat. Berharap anak bisa lepas dari syahwat, sementara orang tua tidak menjaga diri dari hal itu, merupakan suatu ironi.

Otak Anak yang Meniru

Otak anak didesain sangat sederhana, tidak seperti otak orang dewasa. Otak anak diprogram untuk meniru. Anak lebih cepat belajar dengan meniru daripada menalar, sebab kemampuan nalarnya masih rendah. Anak akan meniru dengan cepat tanpa perlu disuruh, bahkan meniru dalam diam.

Orang tua dan pendidik sering tertipu dengan diamnya anak. Anak mungkin diam karena takut, tetapi semua tingkah laku yang dilihat akan terekam dalam ingatannya. Asumsi yang terbentuk di kepalanya adalah: “Kalau sudah dewasa/besar seperti Ayah/Ibu, boleh melakukan ini dan itu.”

Contohnya, jika orang tua membohongi anak dan anak hanya diam (tidak protes), dalam benaknya akan terekam, “Oh, kalau sudah jadi dewasa, boleh bohong.” Itu adalah tindakan yang dianggapnya legal.

Oleh karena itu, memberikan keteladanan yang baik—bahwa keshalihan dan ketakwaan adalah modal utama—adalah perkara yang sangat penting. Peribahasa mengatakan, “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.” Ibnul Qayyim Rahimahullah mengatakan, anak akan tumbuh besar dari apa yang dibiasakan oleh orang tuanya, yang dicontohkan secara terus-menerus. Jika orang tua setiap hari memperlihatkan kekerasan atau teriak-teriak, sulit bagi anak untuk terbebas dari hal yang sama, meskipun tidak pernah disuruh meniru. Hal itu sangat berpengaruh pada jiwa anak.

Oleh karena itu, perlu menjaga diri ketika tampil di hadapan anak—istilahnya, menjaga citra (image) sebagai orang tua. Pelajaran yang ditanamkan kepada anak bersifat terapan (praktikal), dan sangat cepat menular serta sampai kepada anak melalui keteladanan. Jika contohnya tidak baik, hasil (output) yang diharapkan juga tidak baik.

Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi orang tua. Ketika berusaha menjaga citra di depan anak, lakukanlah itu atas dasar tanggung jawab pendidikan, bukan berarti tidak ikhlas. Meskipun mungkin tidak sebaik yang ditampilkan, tindakan tersebut dilakukan demi mendidik anak. Syukur-syukur, upaya ini juga menjadi pelajaran bagi diri sendiri, karena manusia harus terus belajar sepanjang hidupnya.

Pengaruh Perilaku Pendidik

Perilaku pendidik memiliki andil besar dalam membentuk kepribadian anak. Anak juga melihat hal-hal buruk di luar, tetapi dampaknya berbeda. Anak tidak langsung meniru perbuatan buruk yang dilakukan oleh orang asing. Namun, ketika pendidik (orang tua atau guru) yang melakukan hal buruk, efeknya akan berbeda terhadap anak.

Ada peribahasa, “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari.” Artinya, apa yang diperagakan oleh pendidik di depan anak adalah pelajaran. Perbuatan orang-orang di luar tidak dipandang sebagai materi pelajaran bagi anak. Namun, pendidik dipandang sebagai sumber materi pelajaran. Mereka belajar dari situ. Ini adalah salah satu beban dan tanggung jawab pendidik.

Hal ini memudahkan anak untuk memahami pelajaran-pelajaran verbal yang disampaikan. Sebab, pelajaran yang bersifat lisan kadang-kadang perlu didukung dengan pelajaran yang bersifat perbuatan, yaitu dengan contoh dan keteladanan.

Seperti belajar matematika, jika hanya menulis dan menghafal rumus tanpa diberi contoh penerapannya, sulit untuk mengerti fungsi dan kegunaannya. Seseorang perlu datang dan memberikan contoh bagaimana rumus itu diterapkan dalam masalah tertentu, barulah mengerti. Begitu pula, pelajaran yang bersifat terapan seperti Tarbiyah Jinsiyyah harus didukung dengan keteladanan (lisanul hal).

Warisan Keshalihan: Kisah Musa dan Khidir

Perlu diingat kisah Nabi Musa dan Khidir ‘Alaihis Salam yang menunjukkan bagaimana keshalihan orang tua memberikan pengaruh besar, bahkan setelah orang tua tersebut wafat. Legasi (warisan kebaikan) yang ditinggalkan orang tua memiliki pengaruh terhadap perkembangan anak.

Sebagaimana peribahasa, “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama,” yaitu legasi yang diwariskan kepada generasi sesudahnya. Pelajaran ini dapat diambil dari surah Al-Kahfi, yaitu kisah Nabi Musa dan Khidir ‘Alaihis Salam.

Ketika mereka mendatangi satu perkampungan, penduduknya menolak menjamu. Kemudian, mereka melihat ada bangunan yang hampir roboh. Nabi Khidir tiba-tiba memperbaiki bangunan tersebut hingga tegak kembali. Nabi Musa berkata, “Jika engkau mau, engkau bisa mengambil upah atasnya.”

Nabi Khidir menjelaskan alasan beliau melakukan itu, bukan karena mencari upah. Beliau mengatakan:

وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ…

“Adapun dinding rumah itu adalah milik dua orang anak yatim di kota itu, yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua, sedang ayah mereka adalah orang yang saleh. Maka Tuhanmu menghendaki agar keduanya sampai dewasa dan mengeluarkan simpanan itu sebagai rahmat dari Tuhanmu.” (QS. Al-Kahfi [18]: 82)

Nabi Khidir berkata kepada Nabi Musa bahwa bangunan yang hampir roboh itu adalah milik dua anak yatim, dan di bawahnya terdapat harta simpanan yang ditinggalkan orang tua mereka. Ayah mereka adalah orang yang shalih.

Keshalihan orang tua itu berpengaruh terhadap perkembangan anak. Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki agar kedua anak tersebut sampai pada usia dewasa dan mengeluarkan simpanan itu sebagai rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dengan keshalihan orang tua, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga anak-anaknya sampai usia baligh. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menjaga harta mereka sehingga tidak jatuh ke tangan orang lain atau orang yang salah. Salah satu sebab semua penjagaan ini adalah kesalehan orang tua, sebagaimana disebutkan oleh Nabi Khidir ‘Alaihis Salam:

وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا

“Sedang ayah mereka adalah orang yang shalih.” (QS. Al-Kahfi [18]: 82)

Kisah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan dalam surah Al-Kahfi ini mengandung arti dan makna, yaitu keshalihan orang tua memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan anak.

Oleh karena itu, contohkanlah hal-hal yang baik kepada anak. Wariskanlah dan tinggalkanlah legasi yang baik untuk generasi penerus. Apa yang dilakukan orang tua akan menjadi catatan. Jika catatan itu baik, akan menjadi sebutan yang baik sesudahnya. Namun, jika catatan itu buruk, akan menjadi sebutan buruk yang akan dipikul oleh anak hingga akhir hayatnya.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55836-keshalihan-orang-tua-berpengaruh-besar-terhadap-anak/